Summary Artikel
"Hutan untuk Kemakmuran Masyarakat dan Kelestarian Lingkungan Hidup"
oleh
Hasanu Simon
dalam
Gema Forests for People (Hutan untuk Kesejahteraan Masyarakat), hlm. 143-161.
Oktober 2004
Pada dasarnya hutan memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi perlindungan. Namun demikian, rezim pengelolaan hutan saat ini lebih condong pada pemenuhan fungsi ekonomi dan abai terhadap fungsi perlindungan yang sebenarnya menunjang fungsi lainnya. Di dalam memenuhi fungsi ekonomi pun, pemerintah lebih cenderung pada timber extraction yang terbatas pada hasil kayu pertukangan atau bahan baku industri.
UU Kehutanan
UU Kehutanan di Indonesia terbaru adalah UU 41/ 1999, belum ada perubahan hingga saat ini (2018) dan paradigma yang digunakan masih paradigma kolot yang bervisi timber management, bukannya strategi kehutanan sosial. Lagipula, acuan pembentukan UU ini adalah Bosch Ordonantie 1927 yang pada saat dibuat memiliki konteks yang berbeda dengan kondisi hutan dan visi Indonesia saat ini.
Pembangunan Hutan Indonesia
Perlu sekali adanya pengelolaan hutan yang komprehensif dengan penghapusan fragmentasi fungsi hutan sebagai hutan produksi, lindung, dan suaka. Hal ini disebabkan seolah-olah terdapat dikotomi fungsi hutan secara basis. Kondisi hutan Indonesia pun sangat parah dengan tingkat kerusakan yang tinggi dan cepat. Hal ini karena timber extraction besar-besaran yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kayu. Maka penting untuk mengambil langkah strategis untuk membangun hutan dengan: membatasi penebangan kayu dan mengupayakan pembangunan kembali hutan-hutan yang rusak secara sistematik dan efisien.
Hutan Rakyat
Pemerintah tidak memberi ruang yang leluasa untuk masyarakat membangun hutan. Padahal, potensi partisipasi masyarakat dalam membangun hutan cukup besar dan signifikan. Pemerintah masih percaya bahwa pemerintahlah yang memiliki kuasa dan kemampuan untuk membangun hutan agar sesuai dengan fungsinya. Faktanya, keberhasilan pemerintah dalam hal ini hanya terbukti pada Djatibedrijfs yang membangun hutan jati di Jawa.
Hutan rakyat, atau hutan yang dibangun masyarakat dianggap tidak akan berhasil oleh pemerintah dan rakyat dituding hanya dapat merusak. Padahal, hutan rakyat erat kaitannya dengan tradisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sehingga cocok dengan dinamisnya perkembangan larena kesempatan untuk tumbuh berasal dari bawah, bukannya instruksi dari atas (pemerintah) yang bisa saja tidak sesuai dengan situasi lokal.
Perencanaan Pembangunan Hutan
Penting kiranya untuk membuat suatu perencanaan yang komprehensif, dan bukan sekadar simplifikasi. Zonasi hutan juga penting, namun tidak boleh terbatas pada fungsi-fungsi yang dilabelkan pemerintah. Perencana harus mampu membaca kondisi tempat hutan berada dengan membagi unit rencana pembangunan wilayah kehutanan seperti: pulau sumatra, jawa, kalimantan, sulawesi, nusa tenggara, maluku, dan papua. Treatment wilayah-wilayah yang berbeda ini harus berbeda juga karena letak geografis dan struktur tanah serta vegetasi yang berbeda pula. Masing-masing wilayah juga memiliki karakteristik dan tujuan utama yang dapat dimaksimalkan, seperti hutan di kepulauan Nusa Tenggara yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kayu lokal dan menjaga populasi ternak karena curah hujan dan ciri vegetasi yang tumbuh di sana.
Kesimpulan
Hutan Indonesia memiliki peranan yang penting untuk melindungi ekosistem bumi sehingga diperlukan pembangunan hutan yang baik. Maka, perencanaan pembangunan kehutanan yang komprehensif adalah suatu keharusan. Diperlukan adanya paradigma baru, yang tidak hanya terpaku pada timber extraction tetapi juga dalam bentuk forest resource management dan forest ecosystem management. Selain itu, peranan hutan rakyat juga harus didorong untuk menjamin perkembangan pengelolaan hutan yang fleksibel.
コメント